
Undang-Undang Minerba: Fondasi Pengembangan Masyarakat oleh Perusahaan Tambang
Dalam landasan hukum Undang-Undang Minerba, terdapat perintah tegas bagi perusahaan pertambangan untuk aktif dalam pengembangan dan pemberdayaan masyarakat sekitar. Kewajiban ini diwujudkan melalui penyusunan Rencana Induk Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (RIPPM), sebuah dokumen kunci sebagai syarat operasi penambangan dan bukti tanggung jawab nyata terhadap masyarakat. Artikel ini membahas peran krusial UU Minerba dalam membentuk paradigma baru dalam hubungan perusahaan tambang dan masyarakat lokal.
RIPPM: Panduan Perusahaan Tambang untuk Pemberdayaan Masyarakat
Menggali lebih dalam, RIPPM menjadi pusat perhatian bagi perusahaan tambang yang ingin beroperasi sesuai dengan peraturan. Artikel ini akan membahas apa itu RIPPM, mengapa itu penting, dan bagaimana perusahaan dapat menyusunnya secara efektif untuk mencapai tujuan pengembangan masyarakat yang berkelanjutan.
Lalu apa yang menjadi perbedaan dari kedua hal ini, lengkapnya di tabel berikut ini:
perbedaan |
RIPPM |
CSR |
Definisi |
Rencana Induk Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (RIPPM) adalah upaya dalam rangka mendorong peningkatan perekonomian, pendidikan, sosial budaya, kesehatan dan lingkungan kehidupan masyarakat sekitar tambang, baik secara individual maupun kolektif agar tingkat kehidupan masyarakt sekitar tambang menjadi lebih baik dan mandiri. |
Corporate Social Responsibility (CSR) adalah komitmen perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas masyarakat dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi perseroan, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya |
Sifat |
RIPPM berlaku hanya untuk perusahaan pertambangan, yang diatur secara khusus melalui Kepmen ESDM Nomor 1824 K/30/MEM/2018 |
Berlaku bagi semua perusahaan, terutama perusahaan yang memiliki dampak kepada masayarakat sekitar lokasi usaha, termasuk usaha pertambangan |
RIPPM bersifat wajib dan memaksa, bagi perusahaan yang tidak melaksanakan akan mendapat sanksi khusus |
Bersifat sebagai etika bisnis bagi perusahaan terhadap masyarakat sekitar yang terdampak oleh usaha perusahaan |
|
Jika perusahaan tidak melaksanakan, maka akan mendapat sanksi langsung dari pemerintah dan dapat berupa penghentian sementara operasi produksi |
Kalau tidak dilaksanakan, maka perusahaan akan mendapat sanksi berupa sanksi sosial dari masyarakat setempat, yang biasanya akan berakibat terganggunya operasi usaha. |
|
Program yang disusun sesuai dengan hasil kajian pada masyarakat sekitar tambang |
||
Sumber dan Besaran Dana |
Dibebankan sebagai biaya produksi perusahaan |
Sumber dana CSR adalah dari profit usaha perusahaan |
Besaran dana ditentukan dalam dokumen rencana induk dan harus disetujui oleh KESDM |
Dana sepenuhnya ditentukan oleh perusahaan pelaksana |
|
Bentuk Pelaksanaan |
Dilaksanakan dalam bentuk program yang terencana, sesuai dengan hasil social mapping masyarakat sekitar tambang |
Dapat dilaksanakan dalam bentu apapun, termasuk dalam pencairan dana tunai |
Sesuai dengan dokumen rencana induk yang telah disetujui oleh KESDM atau dinas terkait |
Pelaksanaan dapat terencana dan spontanitas sesuai dengan kondisi dan permintaan masyarakat sekitar tambang |
|
Program dilaporkan dan akan di review setiap tahun bersamaan dengan penyerahan realisasi RKAB tahunan perusahaan |
Tidak wajib dilaporkan kepada pemerintah |
|
Rencana program dibuat dalam rentang waktu 5 tahun, untuk kemudian direview dan disempurnakan setiap 5 tahun |
Perencanaan CSR sepenuhnya diatur oleh masing-masing perusahaan |
KESIMPULAN
Demikian perbedaan dari RIPPM dan CSR, yang keduanya menjadi kewajiban dan harus dilakukan oleh perusahaan terutama perusahaan pertambangan. Bima Shabartum Group selaku perusahaan konsultan pertambangan terlengkap dan terpercaya mampu membantu perusahaan dalam penyusunan dan implementasi dokumen RIPPM dan CSR jaka dibutuhkan. Hingga artikel ini ditulis, Bima Shabartum Group telah menyusun lebih dari 10 dokumen RIPPM.
Penulis: Rohmah
Editor: Akhsan
Add a Comment